BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini telah terjadi penurunan
yaitu dari 307/100.000 Kelahiran Hidup (KH) pada tahun 2002, turunmenjadi
228/100.000 KH pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Angka ini sudah mendekati sasaran
RPJMN 2004-2009 yaitu 226/100.000 KH, dan diupayakan terus untuk mencapai
target pencapaian MDG 102/100.000 KH pada tahun 2015. Penyebab langsung dari
kematian ibu adalah perdarahan(28%), hipertensi dalam kehamilan (24%), infeksi
(11 %), abortus tidakaman (5%) dan persalinan lama (5%). Departemen Kesehatan
sebagai sektor yang bertanggung jawab secara langsung dalam Percepatan
Penurunan AKI telah berupaya secara maksimal dengan beberapa upaya terfokus
antara lain : Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), Kemitraan Bidan dan Dukun, PKM
PONED, Unit Transfusi Darah di Rumah Sakit mampu PONEK (UTD RS PONEK) dan
pemenuhan Sumber Daya Kesehatan Ibu.
Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu prioritasutama Depkes, dan
salah satu indikator utama dalam RPJMN periode 2005-2009. Percepatan penurunan
AKI dilaksanakan melalui Strategi Making Pregnancy Safer (MPS).
Cakupan pelayanan asuhan antenatal saat ini sudah cukup baik,walaupun di
beberapa Kabupaten/Kota masih terdapat disparitas. CakupanK1 (kunjungan
antenatal ke-1) sudah mencapai 92,65% dan K4 (kunjungan antenatal ke-4) sudah
mencapai 86,04% (Laporan Tahunan Dit Binkes Ibu,2008), tetapi persalinan oleh
tenaga kesehatan (Pn) baru mencapai 80,36%.
Sejalan dengan telah tingginya akses pelayanan asuhan antenatal
tersebut, maka kualitas asuhan antenatal juga harus dimantapkan. Ibu hamil
perlu mendapatkan perlindungan secara menyeluruh, baik mengenai kehamilan dan
komplikasi kehamilan, serta intervensi lain yang perlu diberikan selama proses
kehamilan untuk kesehatan/keselamatan ibu dan bayinya. Dari data yang ada saat
ini prevalensi pada Wanita Usia Subur (WUS) yang mengalami Kekurangan
Energi Kronis (KEK) mencapai 13,60% (Riskesdas, 2007) sedangkan prevalensi
Anemia Gizi pada Ibu Hamil mencapai 40,1%.
Hal ini perlu mendapat perhatian karena sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan janin yang dikandungnya, dan kemungkinan timbulnya komplikasi
kehamilan dan persalinan yang kelak dapat
mengancam nyawa ibu. Menurut SKRT 2001, persentase ibu hamil yang
positif malaria diJawa Bali sebesar 0,3%, Sumatera 3,8% dan di kawasan
Indonesia Timur mencapai 3,9%. Namun pada daerah endemis malaria, data Ibu
hamil yangmemakai kelambu hanya 29,0% (SDKI, 2007). Hal ini perlu mendapatkan
intervensi khusus mengingat malaria dalam kehamilan merupakan komplikasi yang
berbahaya bagi ibu, janin dan bayinya. Demikian juga tuberkulosis (TB) dalam
kehamilan dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janinnya, oleh karenanya
pada daerah dengan prevalensi infeksi TB yang tinggi, programDOTS TB perlu
diintegrasikan dalam asuhan antenatal.
Sejak tahun 2000 Indonesia memasuki klasifikasi Epidemiterkonsentrasi
untuk infeksi HIV, bahkan sejak tahun 2006 di Papua danPapua Barat sudah memasuki
klasifikasi Epidemi umum. Seiring dengan meningkatnya Cakupan HIV pada
perempuan, maka program PencegahanPenularan HIV dari Ibu ke bayi (PMTCT/
Prevention of Mother to Child HIV Transmission)
merupakan hal yang tidak bisa ditunda lagi kalau kita tidak ingin kehilangan
generasi karena terjangkit HIV. Perlu perhatian khususuntuk Keppri, Papua,
Papua Barat, Bali dan Jawa Barat karena pada daerahtersebut telah terjadi
perubahan metode penularan tertinggi dari PenggunaNapza Suntik (Penasun)
menjadi Heteroseksual. Hal yang hampir sama mengenai Sifilis, yang mempunyai
potensi menimbulkan Sifilis Kongenital. Apabila terdeteksi dini dan mendapat
pengobatan yang tepat, maka komplikasi dapat dihindari.
Oleh karenanya perlu intervensi selamakehamilan.Indonesia saat ini
menduduki peringkat ke-107 dari 179 negara padatahun 2007 dalam Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Index ) dimana awalnya lebih
disebabkan oleh tingkat kesehatan, utamanyaterhadap stimulasi otak dini janin
dan asupan gizi pada ibu hamil. Salah satukegiatan yang sedang berkembang pada
saat ini dalam peningkatan potensisumber daya manusia melalui stimulasi potensi
otak janin saat ibu hamiladalah program Brain Booster, sebagai solusi
alternatif untuk mendapatkan satu generasi yang lebih cerdas–secara teoritis
dan merupakan investasi SDM di masa depan.
Untuk mengatasi
permasalahan tersebut di atas, maka pelayananasuhan antenatal perlu
dilaksanakan secara terpadu dengan program lainyang terkait. Pelayanan Asuhan
Antenatal Terintegrasi adalah integrasiasuhan antenatal dengan pelayanan
program Gizi, Imunisasi, IMS-HIV-AIDS, ESK dan Frambusia, TB dan Kusta,
Malaria, Kecacingan, dan Intelegensia
dengan pendekatan yang responsif gender untuk menghilangkan missed
opportunity yang ada. Selanjutnya akan menuju pada
pemenuhan hak reproduksi bagi setiap orang khususnya ibu hamil.Untuk itu
perlu adanya perbaikan standar pelayanan asuhan antenatal yangterpadu, yang mengakomodasi kebijakan, strategi,
kegiatan dari program terkait. Dalam
pelaksanaannya perlu dibentuk tim pelayanan AsuhanAntenatal Terintegrasi, yang
dapat memfasilitasi kemitraan antara dokter spesialis, dokter umum, bidan
maupun dukun dengan sistem rujukan yang jelas, dilengkapi fasilitas
pendukung dari masing-masing program guna mewujudkan Making Pregnancy Safer.
1.2
Rumusan Masalah
1) Apakah
ibu mengetahui tanda-tanda bahaya pada kehamilan ?
2) Apakah
ibu telah mempersipakan rencana bersalinya ?
3) Adakah
penyakit menular seksual apa ibu hamil ?
4) Adakah
bahaya penyulit yang terjadi pada ibu hamil ?
1.3 Tujuan Penelitian
1) Deteksi dan antisipasi dini
kelainan/penyakit/gangguan yangmungkin
terjadi dalam kehamilan.
2) Intervensi dan pencegahan
kelainan/penyakit/gangguan yangmungkin
dapat mengancam ibu dan atau janin.
3) Standarisasi
kegiatan pelayanan asuhan antenatal terintegrasi,meliputi : tujuan,
persyaratan, implementasi serta pemantauan dan penilai
4) Mengintegrasikan asuhan antenatal
rutin dengan pelayanan tambahan dalam praktik asuhan antenatal.
1.4 Manfaat
Penelitian
1) Menjadi pedoman
umum bagi penentu kebijakan di daerah dalam melaksanakan program pelayanan
asuhan antenatal yang terintegrasi.
2) Meningkatkan efektivitas pola
kerjasama antar unit atau program yangakan diintegrasikan dalam model pelayanan
asuhan antenatal terintegrasidi masa mendatang.
3) Meningkatkan efek sinergi dalam
rangka mencapai target penurunan angka kematian ibu dan
perinatal melalui berbagai kegiatan intervensi yang ada dalam model pelayanan asuhan
antenatal terintegrasi sesuai dengan karakteristik kebutuhan dan potensi yang
tersedia di daerah atau fasilitas kesehatan.
4) Menjadi
panduan/pedoman bagi pemberi pelayanan dalam melaksanakan asuhan antenatal
terintegrasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
ANC (Ante Natal Care)
2.1.1
Pengertian
Pemeriksaan antenatal care (ANC)
adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik
ibu hamil. Sehinggamampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan
pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar1.
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau
doktersedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan
antenatal.
Pelayanan Antenatal ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila
mungkin dan memastikan bahwa komplikasidideteksi sedini mungkin serta ditangani
secara memadai2.
Pemeriksaan kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu hamil baik
fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan,persalinan
dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dannormal, tidak
hanya fisik tetapi juga mental3.
Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan integrasi pelayanan antenatal
rutin dengan beberapa program lain yang sasarannya pada ibu hamil, sesuai
prioritas Departemen Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan
kualitaspelayanan
antenatal.
2.1.2
Tujuan
Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil secara
teratur dan tertentu. Dengan usaha itu ternyata angka mortalitas serta
morbiditas ibu dan bayi jelas menurun. Tujuan pengawasan wanita hamil ialah
menyiapkan ia sebaik-baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka baik dan
sehat. Postpartum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan
tetapi juga mental. Ini berarti dalam Antenatalcare harus diusahakan agar : Wanita
hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama sehatnya atau lebih
sehat; Adanya kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan dini dan diobati,
Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pulafisik dan
metal3.
Tujuan
Asuhan Antenatal yaitu :
Memantau kemajuan kehamilan untuk
memastikan kesehatan Ibu dantumbuh kembang bayi;
Meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan fisik, mental, dan sosialibu dan bayi, mengenali secara dini adanya
ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk
riwayat penyakit secara umum,kebidanan dan pembedahan, mempersiapkan persalinan
cukup bulan, melahirkan dengan selamat, Ibu maupun bayinya dengan trauma
seminimal mungkin, mempersiapkan peran Ibu dan keluarga dalam menerima
kelahiran bayiagar dapat tumbuh kembang secara normal
2.1.3
Frekuensi kunjungan ANC
Pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya
minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan sebagai berikut4:
1) Minimal
satu kali pada trimester pertama (K1);
2) Minimal
satu kali pada trimester kedua (K2);
3) Minimal
dua kali padatrimester ketiga (K3 dan K4).
2.2
Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan Antenatal terintegrasi
meliputi :
1) Maternal
Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)
2) Antisipasi
Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika)
3) Pencegahan
dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK)
4) Eliminasi
Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusiae.
5) Pencegahan
dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
6) Pencegahan
Malaria dalam Kehamilan (PMDK)
7) Penatalaksanaan
TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kustah.
8) Pencegahan
Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)
2.2.1
Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)
Pengertian
Tetanus Toxoid
Imunisasi TT (Tetanus Toxoid) adalah upaya
membangun kekebalan tubuh untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus. Tetanus
berisiko terjadi pada bayi baru lahir sehingga imunisasi ini diberikan pada ibu
hamil sebagai bentuk pencegahannya. Imunisasi TT selain mencegah terjadinya
infeksi tetanus pada bayi baru lahir juga melindungi ibu terhadap terjadinya
infeksi ini, mengingat pada proses persalinan terjadi perlukaan baik dari pihak
ibu maupun bayi. Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir disebut tetanus
neonatorum. Tetanus neonatorum dapat menginfeksi bayi jika persalinan ditolong
dengan peralatan yang tidak steril5.
Penyebab
Tetanus Toxoid
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir
disebut tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum dapat menginfeksi bayi jika
persalinan ditolong dengan peralatan yang tidak steril. Proses infeksi terjadi
ketika peralatan yang tidak steril tersebut digunakan untuk memotong tali pusat
bayi, belum lagi jika untuk menutup bekas luka pemotongan tali pusat digunakan
olesan tradisional yang tingkat kebersihannya tidak terjamin.
Dampak
bila ibu tidak melakukan imunasi Tetanus Toxoid
Bahaya infeksi tetanus Tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium
tetani yang menghasilkan toksin yang menyerang sistem saraf pusat sehingga
penderita mengalami kejang otot, diikuti kesulitan menelan atau bahkan
bernafas. Toksin yang dihasilkan Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh
penderita melalui luka terbuka, sebagai contoh pada saat pemotongan tali pusat dalam
proses persalinan menyebabkan terjadinya luka terbuka baik dari pihak ibu
maupun bayi sebagai sarana transmisi toksin Clostridium tetani.
Pencegahan
pada ibu hamil dan janin
Petugas kesehatan berperan penting dalam
pengkajian status TT ibu hamil berdasarkan konsep ini mengingat bisa saja ibu
lupa atau tidak yakin berapa kali ibu sudah mendapatkan imunisasi TT selama
hidupnya. Tanyakan juga apakah ibu mendapatkan suntikan TT ketika menjadi calon
pengantin dahulu, karena hal ini juga mempengaruhi status TT ibu hamil. Bila
status TT ibu hamil belum lengkap maka ibu hamil tersebut dapat diberikan
imunisasi TT dengan dosis 0,5 cc dengan injeksi intramuskuler (IM) atau sub
cutan (SC) dalam. Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan
dengan interval 4 minggu dengan penyuntikan berikutnya (bila diperlukan 2 kali
penyuntikan selama masa kehamilan untuk memenuhi status TT-nya berdasarkan
konsep lifelong imunization)
Standar :
Semua wanita yang melahirkan dan bayi
yang dilahirkannya harus terlindung dari Tetanus
Tujuan :
Mencegah Tetanus Maternal dan Neonatal
(MNT)
Pelaksanaan :
Tim asuhan antenatal di tempat pelayanan
asuhan antenatal, secara khusus, harus :
Sebelum pemberian vaksin, periksa tgl
kadaluwarsa dan VVM (vial-vaccine-monitoring) Vaksin yang sebelumnya telah
membeku tidak boleh diberikan. Pada pelayanan antenatal, periksalah
status imunisasi ibu hamil melalui penapisan (dengan anamnesis atau memeriksa
kartu), sebagaimana ditunjukkandalam tabel 1.
Jika ibu hamil sebelumnya (di masa
lampau) telah mendapatkan 1-4 dosis TT dimasa lampau, berikan satu dosis TT
sesuai dengan selang waktu pemberian minimal
(sehingga total perlindungan sejumlah 5 dosis sepanjang masa suburnya)
Table 1. cara penapisan imunisasi TT
pada WUS dan ibu hamil
Pemberian
Imunisasi
|
Kapan
pemberian (selang waktu pemberian Minimal)
|
Lama
Proteksi
|
TT
1
|
-
|
|
TT
2
|
Minimal
4 minggu setelah TT 1
|
1-3
Tahun
|
TT
3
|
Minimal
6 bulan setelah TT 2
|
Minimal
5 tahun
|
TT
4
|
Minimal
setahun setalah TT 3
|
Minimal
10 tahun
|
TT
5
|
Minimal
setahun setelah TT 4
|
Minimal
25 tahun
|
Ibu hamil dapat menunjukkan bukti
tertulis vaksinasi saat bayi dan usia sekolah
dengan vaksin yang mengandung Tetanus (misalnya DPT, DT, Td atau TT)
berikan dosis sesuai Tabel 2 berikut. Tabel 2. Pedoman imunisasi TT bagi ibu
hamil yang telah diimunisasi saat bayi, atau anak usia sekolah Usia saat
vaksinasi terakhir Imunisasi sebelumnya (berdasarkan rekaman tertulis)
Imunisasi yang dianjurkan pada kunjungan ini/pada kehamilan kemudian (dengan
interval minimal setahun).
Table
2. pedoman imunisasi TT pada Ibu hamil yang telah di imunisasi saat bayi atau
anak sekolah.
Usia
saat vaksinasi terakhir
|
Imunisasi
sebelumnya berdasarkan rekaman tertulis
|
Imunisasi
yang di anjurkan
|
|
Pada
kunjungan ini/pada kehamilan
|
Kemudian
dengan interval setahun
|
||
Bayi
|
3
DPT
|
2
dosis TT/Td (minimal interval 4 minggu antara kedua dosis)
|
1
dosis TT/Td
|
Anak
usia sekolah
|
1
DT + 2 TT/Td
|
dosis
TT/Td
|
|
Rekam/catat dosis yang telah diberikan
pada register standar imunisasi TT, kartuimunisasi pribadi, dan buku KIA. Kartu imunisasi pribadi dan buku KIA
harus disimpan oleh yang bersangkutan. Bila teridentifikasi suatu kasus Tetanus
Neonatal (TN), berikan ibu satu dosis TT secepatnya dan rawat bayinya sesuai
pedoman nasional. Dosis selanjutnya diberikan sesuai dengan waktu pemberian
minimal. Rekam/catat semua kasus MNT dan laporkan pada yang berwenang. Semua kasus MNT yang berasal dari daerah berisiko rendah harus
diselidiki lebih lanjut. Rekam/catat dan laporkan semua kasus Tetanus dari
kelompok umur lain secara terpisah. Penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan
kesadaran masyarakat tentang perlu dilaksanakannya imunasasi tetanus6
2.2.2 Antisipasi Defisiensi Gizi pada Kehamilan
(Andika)
Pengertian
Nutrisi dalam kehamilan adalah salah satu
factor terpenting dalam menentukan pertumbuhan janin.
Penyebab
Kehamilan menyebabkan meningkatnya
metabolisme energy, karena itu kebutuhan energy dan zat gizi meningkat selama
kehamilan. Peningkatan energy dan zat gizi tersebut diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin, bertambah besarnya organ kandungan,
perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi
tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh secara tidak
sempurna.
Dampak
Kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan
sangat dipengaruhi oleh keadaan ibu selama ibu hamil. Kurang Energi Kronis
(KEK) perlu diwaspadai kemungkinan ibu melahirkan bayi berat lahir rendah,
pertumbuhan dan perkembangan bayi terhambat sehingga mempengaruhi kecerdasan
anak di kemidian hari dan kaihr permatur.
Penyebab pada ibu hamil
dan janin
Social ekonomi pada ibu hamil mempengaruhi kesehatan dan gizi yang baik.
Keluarga dengan pendapatan yang terbatas besar kemungkinan kurang dapat
memenuhi kebutuhan makannya sejumlah yang diperlukan tubuh. Setidaknya keaneka
ragaman makanan juga kurang bisa dijamin, karena dengan uang yang terbatas itu
tidak akan banyak pilihan.banyak sebab yang mempengaruhi pendapatan keluarga,
ada karena pendidikan, jumlah keluarga, penyakit infeksi, usia ibu hamil,
aktifitas fisik, dan konsumsi rokok.
Standar :
Semua
ibu hamil mendapatkan pelayanan dan konseling gizi pada setiap kunjunganan
tenatal.7
Tujuan :
Mencegah dan menangani masalah gangguan
gizi selama masa kehamilan agar menghasilkan pertumbuhan dan
perkembangan bayi yang optimal, serta ibu yang sehat8
Penatalaksaan :
1) Semua
ibu hamil mendapatkan penyuluhan/konseling gizi, menyusui.
2) Semua
ibu hamil mendapatkan suplementasi tablet besi 1 tablet perhariselama hamil
sampai dengan masa nifas (minimal untuk 90 hari), termasukkonsumsi tablet besi
mandiri. Pemberian dilakukan pada waktu pertama kali ibuhamil memeriksakan
kehamilannya (K1).
3) Semua
ibu hamil diperiksa status gizi dengan pita LILA pada kunjunganpertama
antenatal. Ibu hamil dengan KEK dirujuk ke fasilitas pelayanan gizi (petugas
gizi).
4) Semua
ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama antenatal. Ibu hamil dengan
anemia dirujuk ke fasilitas pelayanan gizi (petugas gizi).
5) Semua
ibu hamil dengan anemia dan KEK berat dirujuk ke pelayanan kesehatan rujukan.9
2.2.3
Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISK Dalam Kehamilan (PIDK)
Pengertian
Infeksi
Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala klinis
maupun asimptomatis
Penyebab
Penyebab
infeksi menular seksual ini sangat beragam dan setiap penyebab tersebut akan
menimbulkan gejala klinis atau penyakit spesifik yang beragam pula. Penyebab
IMS dapat dikelompokkan atas beberapa jenis ,yaitu: (WHO,2007)
-
bakteri ( diantaranya N.gonorrhoeae, C.trachomatis, T.pallidum)
-
virus (diantaranya HSV,HPV,HIV, Herpes B virus, Molluscum contagiosum virus),
-
protozoa (diantaranya Trichomonas vaginalis)
-
jamur (diantaranya Candida albicans)
-
ektoparasit (diantaranya Sarcoptes scabiei)
Pencegahan
IMS
Menurut
Direktorat Jenderal PPM & PL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan) Departemen Kesehatan RI, tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan
beberapa tindakan, seperti:
1)
Mendidik masyarakat untuk
menjaga kesehatan dan hubungan seks yang sehat, pentingnya menunda usia
aktivitas hubungan seksual, perkawinan monogami, dan mengurangi jumlah pasangan
seksual.
2)
Melindungi masyarakat dari IMS
dengan mencegah dan mengendalikan IMS pada para pekerja seks komersial dan
pelanggan mereka dengan melakukan penyuluhan mengenai bahaya IMS, menghindari
hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, tindakan profilaksis dan
terutama mengajarkan cara penggunaan kondom yang tepat dan konsisten.
3)
Menyediakan fasilitas pelayanan
kesehatan untuk diagnosa dini dan pengobatan dini terhadap IMS. Jelaskan
tentang manfaat fasilitas ini dan tentang gejala-gejala IMS dan cara-cara penyebarannya
Standar :
Semua ibu hamil pada setiap kunjungan
antenatal mendapatkan informasi dan penapisan Infeksi Menular Seksual
(IMS)/Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), serta diberi pengobatan dan rujukan
yang tepat dan efektif bagi ibu hamil danpasangannya.
Tujuan :
Menurunkan morbiditas, mortalitas
maternal dan infertilitas yang disebabkan oleh IMS dan ISR, serta menurunkan
morbiditas dan mortalitas pada bayi/anak.10
Penatalaksaan :
Tim Asuhan Antenatal Terintegrasi
haruslah :
1) Semua
ibu hamil yang datang memeriksakan diri selama masa kehamilan,persalinan dan nifas harus diberikan
informasi yang tepat mengenai identifikasi dan pengendalian IMS/ISR.
2) Dengan
cara simpatik menanyakan kepada semua ibu hamil pada setiap kunjungan, menjelang
persalinan dan kunjungan pasca persalinan, adanya keluhan yang
mengindikasikan adanya suatu IMS/ISR.
3) Bilamana
ibu mempunyai keluhan yang menandakan IMS/ISR (misalnya adanya duh tubuh vagina
abnormal, ulkus, nyeri perut bagian bawah, dll) periksalah
untuk menemukan gejala dan tanda ISR, termasuk pemeriksaan vagina dengan
menggunakan spekulum.
4) Berikan pengobatan bagi ibu,
pasangannya, dan bayinya sesuai hasil temuan kasus IMS/ISR, hasil
tes sifilis on site dan pemeriksaan bayi, dan rujuklah bilafasilitas yang
dibutuhkan tidak tersedia di tingkat pelayanan asuhan antenatal.
5) Diskusikan
dengan ibu pentingnya pengobatan itu baginya, bagi pasangannya, dan
bayi mereka, jelaskan konsekuensi yang timbul bila tidak segera mendapat
pengobatan, dan pentingnya penggunaan kondom selama pengobatan.
6) Berikan
informasi tentang pencegahan primer IMS, penggunaan kondom, gejala dan tanda
IMS, konsekuensi bagi ibu dan bayinya bila tidak mendapat pengobatan, saran
untuk pencegahan terhadap HIV serta saran untukmelakukan VCT.
7) Menyiapkan
perawatan lanjutan atau rujukan bagi ibu, bayi dan pasangannya, bila timbul
komplikasi atau kegagalan pengobatan.
8) Rekam
diagnosis dan pengobatan yang diberikan dalam buku kohort atau buku KIA ibu.
9) Pelaksanaan
kegiatan pendidikan/ penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pencegahan dan pengelolaan IMS dan ISR.
2.2.4 Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia
Pengertian
Sifilis
adalah penyakit yang disebabkan oleh treponema palidum, merupakn penyakit
kronis yang bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit mampu menyerah semua
organ tubuh, dan masa laten tanpa manifestasi di tubuh, dan dapat di tularkan
kepada bayi dalam kandungan.
Frambusia
merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treptonema pallidum
ssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses manifestasi ulkus seperti
ulkus atau granuloma (mother yaw), lesi non-destruktif yang dini dan destruktif
atau adanya infeksi lanjut pada kulit, tulang dan perios. Penyakit ini adalah
penyakit kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit frambusia kepada
orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/ trauma
Penyebab
Sifilis
disebabkan oleh treponema palidum yang dapat di tularkan melalui hubungan seksual.
Standar :
Semua ibu hamil yang melakukan kunjungan
antenatal harus mendapatkan layanan penapisan sifilis dan atau penapisan
frambusia
serta diberi pengobatan dan rujukan yang tepat dan efektif bagi ibu hamil dan
pasangannya.9
Tujuan :
Menurunkan
mortalitas dan morbiditas ibu dan atau bayi akibat sifilis dan frambusia
Pelaksanaan :
1) Penapisan semua ibu hamil dengan
sifilis on site dengan metode uji
cepat (rapid test) pada kunjungan antenatal yang pertama. penapisan harus
dikerjakansedini mungkin (lebih baik sebelum 16 minggu dari kehamilan) untuk
mencegahinfeksi kongenital. Pada kunjungan
ulang, ibu yang dengan beberapa alasantidak dapat menunjukkan hasil tes
sifilis harus di tes kembali.
2) Apabila hasil
rapid test pertama positif, dilakukan pengobatan dan diberiinformasi tentang
perlunya pemeriksaan terhadap
infeksi HIV. Satu minggu kemudian pasien dirujuk untuk pemantauan dan
penatalaksanaan lebih lanjut. Apabila hasil rapid test pertama
negatif, maka akan dilakukan pemeriksaan ulang pada trimester ketiga.
3) Review
hasil uji sifilis pada saat kunjungan dan saat persalinan. Jika ibu belum dites
pada saat kehamilan, tes sifilis seharusnya ditawarkan setelah persalinan. Semua
ibu hamil yang seropositif diberikan Benzathine benzyl penicilin, dosis 2,4 juta
uintramuskuler sebagai dosis tunggal, kecuali alergi penicilin. Pada
kasus alergi penisilin, ibu hamil harus dirujuk pada pelayanan lebih tinggi.
4) Pada
ibu yang positif, dilakukan konseling bahwa pasangannya juga harus dites dan diberi
tindakan dengan regimen yang sama, segera setelah kelahiran.
5) Semua
ibu hamil dengan dengan riwayat kehamilan yang buruk, seperti abortus, lahir
mati, bayi terinfeksi sifilis harus di tes dan diberikan perawatan yang sesuai.
6) Semua
ibu hamil yang memiliki gejala klinis atau riwayat terpapar denganorang yang terkena sifilis harus
mendapatkan perawatan.
7) Semua
ibu hamil yang terinfeksi sifilis dilakukan penapisan untuk IMS lainnyaserta konseling dan perawatan yang
sesuai.
8) Semua
ibu hamil yang positif sifilis dianjurkan untuk konseling VCT.
9) Buat
perencanaan untuk perawatan bayi sejak saat kelahiran.
10) Rekam
hasil tes dan perawatan di buku KIA.
11) Lakukan
pemeriksaan inspeksi kulit pasien untuk mencari kemungkian adanya frambusia
pada semua ibu hamil di daerah endemis (dan pada daerahnon-endemis jika hasil
tes serologis sifilis positif)
12) Dilakukan
pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran individu, keluarga dan
komunitas tentang pentingnya mendatangi klinik antenatal
lebihawal untuk pencegahan sifilis dan perawatannya.10
2.2.5 Pencegahan dan Penularan HIV
dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
Standar :
Semua ibu hamil mendapatkan informasi
tentang HIV/AIDS, akses untuk mendapatkan layanan VCT (Voluntery Counseling and
Test ), profilaksis ART, dan
layanan rujukan.
Tujuan :
Mencegah penularan HIV dari ibu dengan
HIV ke bayi dan mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi.11
Pelaksanaan :
1) Semua
ibu hamil mendapatkan informasi serta faktor risiko HIV, cara pemeriksaan/tes
HIV, risiko penularan ke bayi pada ibu hamil dengan HIV.
2) Pada daerah yang prevalensi HIV
tinggi dan atau pada populasi berperilaku risiko tinggi dilakukan full-coverage
untuk VCT.
3) Pada
kunjungan antenatal pertama (K1) pemberi pelayanan melakukan penapisan/penapisan
tanda dan gejala HIV serta penapisan/penapisan apakah ibu hamil termasuk dalam kelompok berisiko
tinggi HIV. Jika ya maka dorong danberi dukungan agar ibu hamil dan juga
suaminya mau melakukan konsultasi dantes HIV di klinik VCT terdekat, melakukan
aktivitas seksual yang sehat (termasuk penggunaan kondom) dan konsultasikan ke
klinik TBC jika ditemukan batuk lamayang
tidak sembuh.
4) VCT
dilakukan dengan prinsip 3C; Counselling, Confidential dan Consent
5) Ibu
hamil dengan status HIV -, beri dukungan untuk tetap negatif dan melakukan aktivitas
seksual yang sehat.
6) Ibu
hamil dengan HIV mengetahui upaya yang dilakukan untuk menurunkan risiko
penularan ke bayi dan mempunyai akses untuk profilaksis ART, pilihan persalinan (melalui konseling)
dan PASI (Pengganti Air Susu Ibu) (melaluipenyuluhan atau konseling).
7) Ibu
hamil dengan status HIV +, diberikan profilaksis ARV (untuk mencegahpenularan
dari ibu ke bayi)
dan kemudian dilakukan pemeriksaan CD4 nya untukmenentukan indikasi pemberian
ARV.
8) Ibu
hamil dengan HIV +, mempunyai pilihan untuk menentukan cara persalinanm (melalui
konseling) apakah memilih melahirkan melalui partus normal atau SC dan
berharap ibu dengan HIV tidak memberikan ASI kepada bayinya.
9) Ibu
dengan HIV +, setelah melahirkan mendapatkan ARV dengan indikasi (karena
pemberian ART adalah untuk seumur hidup).
10) Bayi
yang lahir dari ibu dengan HIV , mendapatkan profilaksis ARV dan dilakukan
pemeriksaan status HIV nya pada umur 18 bulan.12
2.2.6 Pencegahan Malaria dalam
Kehamilan
Pengertian
Malaria
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh pa-rasit Plasmodium yang
masuk ke dalam tubuh manusia, ditular-kan oleh nyamuk anopheles be-tina
(WHO 1981).
Penyebab
Empat spesies Plasmodium penyebab malaria pada manusia
adalah :
1) Plasmodium falciparum (P. fal-ciparum)
2) Plasmodium vivax (P.
vivax)
3) Plasmodium ovale (P.
ovale)
4) Plasmodium malariae (P.
mala-riae).
Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.
falciparum dan P.vivax atau campuran keduanya, se-dangkan P.
malariae hanya dite-mukan di Nusa Tenggara Timur dan P. ovale ditemukan
di Papua.
Dampak
Pengaruh bagi ibu
1)
Anemia
2)
Gangguan
system sirkulasi pada infeksi P. falciparum sering dijumpai hipotensi
orto-statik.
3)
Edema
pulmonum
4)
Hipoglikemia
5)
Infeksi
plasenta
6)
Gangguan
elektro
7)
Malaria
serebral
8)
malaria
serebral jumpai pada daerah endemik seperti Jawa Tengah (Jepara), Sulawesi Utara,
Maluku dan Irian Jaya. Di Sulawesi Utara mortalitas 30,5% sedangkan di RSUP
Manado 50%.
Dampak pada
janin
1)
Kematian
janin dalam kandungan.
2)
Abortus.
3)
Kelahiran
premature
4)
Berat badan
lahir rendah
5)
Malaria
plasenta.
6)
malaria
kongenil dibagi menjadi 2 kelompok
·
True
congenital malaria (Acquired during pregnan-cy) Pada
malaria congenital ini sudah terjadi kerusak-an plasenta sebelum bayi
dilahirkan. Parasit mala-ria ditemukan pada darah perifer bayi dalam 48 jam
setelah lahir dan gejala-nya ditemukan pada saat lahir atau 1-2 hari setelah
·
False
congenital malaria (Acquired
during labor) Malaria kongenital ini
paling banyak dilaporkan dan terjadi karena pele-pasan plasenta diikutin
transmisi parasit malaria ke janin. Gejala-gejalanya muncul 3-5 minggu setlah
bayi lahir.
Pencegahan
pada ibu hamil dan pada janin
Penanganan Malaria pada Malaria Kehamilan.
Pengontrolan
Pengontrolan
malaria pada kehamilan tergantung derajat transmisi, pengawasan berdasar-kan
suatu gabungan hal-hal di-bawah ini :
1)
Diagnosis & pengobatan
ma-laria ringan dan anemia ringan sampai moderat.
2)
Kemoprofilaksis.
3)
Penatalaksanaan
komplikasi-komplikasi severe malaria, termasuk anemia berat.
4)
Pendidikan kesehatan dan
kunjungan yang teratur untuk ante natal care (ANC). ANC yang teratur
adalah da-sar untuk keberhasilan pena-talaksanaan malaria dalam kehamilan, yang
bertujuan untuk: Memberikan pendi-dikan kesehatan termasuk penyuluhan tentang
malaria dan dampaknya (malaria se-rebral, anemia, hipoglikemi, edema paru,
abortus, per-tumbuhan janin terhambat, prematuritas, kematian janin dalam
rahim, dll) pada ke-hamilan di semua lini kese-hatan (Posyandu, Pustu,
Pus-kesmas dan Rumah Sakit). Memonitor
kesehatan ibu dan janin, serta kemajuan kehamilan. Diagnosis dan pengobatan
yang tepat (tepat waktu). Memberikan ibu suplai obat untuk kemoprofilak-sis.
5)
Perlindungan pribadi untuk
mencegah kontak dengan vektor, misal : pemakaian ke-lambu.
6)
Pemeriksaanhemoglobin dan
parasitologi malaria setiap bulan.
7)
Pemberian tablet besi dan asam
folat serta imunisasi TT harus lengkap.
8)
Pada daerah non resisten
klorokuin : Ibu hamil non-imun dibe-ri Klorokuin 2 tablet/ minggu dari pertama
da-tang sampai masa nifas. Ibu hamil semi imun di-beri SP pada trimester II dan
III awal.
9)
Pada daerah resisten kloro-kuin
semua ibu hamil baik non imun maupun semi i-mun diberi SP pada trimester II dan
III awal
Standar :
Semua ibu hamil di daerah endemis
malaria mendapatkan penapisan malaria, kelambu berinsektisida (LLIN/Long
Lasting Insecticide Nets (Kelambu berinsektisidatahan lama) pada kunjungan
antenatal pertamakali, dan bila hasil pemeriksaan positif untuk malaria, maka
ibu hamil diberi pengobatan sesuai usia kehamilan.
Tujuan :
Menurunkan insidens penyakit malaria dan
berbagai komplikasi/dampak negatif terhadap ibu hamil yang disebabkan oleh
penyakit
malaria13
Pelaksanaan :
Tim antenatal di daerah endemis harus
mampu:
1) Melakukan
pemeriksaan sediaan darah dengan mikroskopik atau RDT pada
kunjungan pertama ibu hamil ataupun kunjungan berikutnya bila disertai dengan keluhan
demam. Apabila serologis
positif dilakukan pengobatan berdasarkanumur kehamilan. Trimester I : Kina (dosis 10 mg/kg BB/kali
diberikan 3 kali sehari selama 7 hari) Trimester II, III : ACT (Artemisinin
Combination Therapy) (Artesunat 10 mg/kgBB,Amodiakuin 10mg/kgBB selama 3 hari )
2) Setiap
ibu hamil diberikan kelambu berinsektisida disetiap kunjungan pertama, atau kunjungan berikutnya apabila
belum mendapatkan kelambu pada kunjunganpertama/sebelumnya.
3) Dilakukan
pemberian motivasi secara sungguh-sungguh agar semua ibuhamil bersedia tidur
memakai kelambu sesegera mungkin selama umur kehamilan mereka bahkan dilanjutkan
setelah pasca persalinan.14
Tim Antenatal di daerah non-endemis harus mampu :
1)
Mewaspadai jika
dijumpai ibu hamil yang memiliki gejala anemis dan/ataudemam jika sebelumnya
mempunyai riwayat pernah menderita dan/atauberkunjung di daerah endemis malaria.
Selanjutnya diberikan pengobatan sesuai dengan standar teknis pengobatan
malaria yang berlaku secara nasional.
2)
Sebagai bentuk upaya
pencegahan dan dapat memberikan nasehat agar semua ibu hamil lebih waspada
apabila akan tinggal atau berpergian ke wilayahendemis malaria dan dapat
melakukan tindakan pencegahan terhadap gigitannyamuk misal dengan memakai
pakaian tertutup, lotion anti nyamuk , dll3.Dibuatkan catatan riwayat pengobatan
malaria secara lengkap di kartuantenatal dari semua ibu hamil.14
2.2.7
Penatalaksaan
TB Paru pada ibu hamil (TB-ANC) dan Kusta
Pengertian
Tuberklosa, bakteri ini menyerang siapa
saja pria maupun wanita tanpa memandang usia. Dan biasanya penyakit TBC
sering menyerang pada usia rata-rata 15-35 tahun, boleh dibilang usia masih
produktif. Pada umumnya penyakit tBC tidak mempengaruhi kehamilan dan
persalinan nifas kecuali penyakitnya tidak terkontrol, berat dan luas yang
disertai sesak napas dan hypoxia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit
perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong
diafraghma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang.
Namun, penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit TBC ini
dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat
sekitarnya.
Penyebab
Tingginya angka penderita TBC di Indonesia
dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang
lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan
penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta
kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan
dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di
lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.
Dampak
Jika kuman TB hanya menyerang paru, maka
akan ada sedikit risiko terhadap janin.Untuk meminimalisasi risiko,biasanya
diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan
Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar
paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah
sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah
setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha,
Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 tentang efek TB ekstrapulmoner
tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek
terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan
dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil
mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore
rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 ).
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke
janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital
biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur,
gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan
kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di
perut atau setelah lahir.
Standar :
Semua
wanita yang dijumpai pada periode kehamilan harus diberikan informasi yang tepat
mengenai pencegahan dan pengenalan penyakit TB Paru dan Kusta. Mereka
harus diperiksa gejala dan tanda TB Paru dan Kusta, dan bila perlu diberikan pengobatan
yang tepat dan efektif bagi mereka.
Tujuan :
Menurunkan angka kesakitan atau angka
kematian penyakit TB Paru dan Kustadengan cara memutuskan rantai penularan,
kekambuhan dan Multi Drug Resistant(MDR) (khusus pada TB Paru) dapat dicegah sehingga penyakit TB
Paru dan Kustatidak lagi merupakan masalah
kesehatan bagi ibu hamil di Indonesia.15
Pelaksanaan :
1)
Paradigma Sehat
a)
Meningkatkan penyuluhan
untuk menemukan kontak sedini mungkin, sertameningkatkan
cakupan program
b)
Promosi kesehatan dalam
rangka meningkatkan perilaku hidup sehat.
c)
Perbaikan perumahan
serta peningkatan status gizi pada kondisi tertentu.
2)
Srategi DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse), sesuai rekomendasiWHO, terdiri dari 5 komponen yaitu :
a)
Komitmen politis dari para pengambil
keputusan, termasuk dana.
b)
Diagnosa TB dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis yang terjaminmutunya
c)
Pengobatan jangka
pendek yang standar bagi semua kasus TB dengantatalaksanan
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO).
d)
Jaminan ketersediaan
OAT yang bermutue)Sistim Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkanpemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TB.
3)
Prinsip pengobatan bagi
ibu hamil yang menderita TB paru adalah tidak berbedadengan pengobatan TB pada
umumnya :
a)
Kategori 1 :
2HRZE/4H3R3 (6 bulan):(1)Phase
Intensif 2 bulan setiap hari(2)Phase
Lanjutan 4 bulan 3 kali seminggu(3)Kategori 1 untuk pasien baru BTA (+), pasien
baru BTA (-) dengan Rontgen (+)
b)
Kategori 2 :
2HRZES/HRZE/5H3R3E3 (8 bulan):(1)Phase Intensif 3 bulan setiap hari(2)Phase
Lanjutan 5 bulan 3 kali seminggu.
3) Kategori 2 untuk pasien kambuh,
pengobatan setelah putus berobat(default), gagal (failure)
4) Hampir
semua OAT aman untuk kehamilan kecuali streptomisinIbu hamil dapat diberikan
pengobatan TB kecuali streptomisin. Sebaiknya bila ibu hamil memerlukan pengobatan
kategori 2 maka pengobatan sebaiknya ditunda setelah
melahirkan. Apabila pengobatan tidak bisa ditunda maka sebaiknyadirujuk untuk pengobatannya.
5) Prinsip
pengobatan ibu hamil yang menderita kusta tidak berbeda dengan penderita kusta
lainnya:
a)
Multi Drug Treatment
(MDT) untuk Pauci Basiler (PB) : Obat diberikanselama 6-9 bulan, terdiri dari:
·
Dapson setiap hari
·
Rifamipisin (1x/bulan)
b) MDT Multi Basiler (MB) : Obat
diberikan selama 12-18 bulan terdiri dari:
·
Rifamipisin (1x/bulan)
·
Dapson setiap hari
·
Klofazimin setiap hari
c) Reaksi
Kusta Reaksi kusta merupakan fase akut pada perjalanan penyakit kusta yang kronis. Sebelum,
selama, dan sesudah penyakit kusta, reaksi dapat terjadi.Jika terjadi reaksi pada ibu hamil
yang menderita kusta, pasien harus dirujukd)Semua
MDT aman untuk ibu hamil
6) Bidan
di desa membantu penemuan kasus TB dan Kusta pada bumil melalui pengiriman
dahak ke Unit pelayanan ANTE NATAL pada TB, dan melaporkan
tersangka/kasus Kusta pada petugas/wasor kusta di Puskesmas/Kabupaten.
7) Pengembangan
program dilaksanakan secara bertahap keseluruh UPK.
8) Peningkatan
kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi,diseminasi
informasi dengan memperhatikan peran masing-masing.
9) Kabupaten/Kota sebagai titik berat
manajemen program meliputi : perencanaan,pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi
serta mengupayakan sumber daya (dana,tenaga, sarana dan prasarana).
10) Kegiatan penelitian dan pengembangan
dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur terkait.
11) Memperhatikan komitmen
internasional.
12) Pada
setiap ibu hamil harus dilakukan inspeksi kulit untuk mencari
tanda/gejalakusta, dilakukan minimal sekali selama kehamilan. Bila ditemukan
kelainankulit/bercak disertai gangguan saraf berupa mati rasa/baal, nyeri
saraf,tangan/kaki bengkok, kaki semper atau mata tidak dapat menutup, rujuk
kelayanan
yang lebih tinggi (petugas/wasor kusta atau dokter terlatih).
13) Tersedia
informasi sistem rujukan dan tempat rujukan kasus TB Paru atau Kusta9
2.2.8 Pencegahan Kecacingan Pada Kehamilan (PKDK)
Pengertian
Kecacingan merupakan masalah kesehatan
yang perlu penanganan serius terutama di derah tropis karena cukup banyak
penduduk menderita kecacingan. Penyakit kecacingan merupakan salah satu
penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang. Di
Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus
anemia defisiensi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc
setiap harinya
Penyebab
Secara
umum, kecacingan pada ibu hamil dapat menyebabkan :
1) Menyebabkan anemia defisiensi zat
besi
Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh
cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan
yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya
menyebabkan timbulnya anemia kurang besi. Pada daerah-daerah tertentu anemia
gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing terutama oleh cacing tambang.
Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan
sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah
cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah
yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka orang yang bersangkutan dapat
menjadi anemia.
2) Menurunkan efektivitas vaksin TT dan
DPT pada ibu hamil
Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis,
termasuk Indonesia, yang terabaikan. Padahal, infeksi cacing kronis menurunkan
respons imun pada ibu hamil dan bayi yang dilahirkan terhadap antigen tetanus
toksoid atau TT meski telah divaksinasi. Respon imun terhadap TT pada ibu hamil
yang rendah dan ditambah infeksi cacing yang menyertai, dimungkinkan akan
berakibat pada bayi yang dilahirkan
Dampak
Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan
banyaknya kasus kegagalan program vaksinasi tetanus di daerah Asia dan Afrika
terkait dengan beberapa faktor, seperti ketidaktepatan jadwal imunisasi,
potensi vaksin rendah, serta rendahnya respons imun ibu. Padahal, angka kasus
infeksi cacing di banyak negara di Asia dan Afrika masih tinggi.
1) Menurunkan berat badan ibu hamil
Kekurangan micronutrient dalam darah
menyebabkan pasokan gizi ibu hamil dan janin berkurang. Keadaan yang demikian
jika dibiarkan berlanjut selama kehamilan akan meyebabkan berat badan ibu hamil
tidak bertambah bahkan bisa berkurang karena cadangan gizi ibu hamil ditujukan
untuk pertumbuhan janin.
2) Menyebabkan perdarahan pada usus
Perdarahan terjadi akibat proses
penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat perembesan darah disekitar tempat
hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap 6 jam perdarahan ditempat
yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali denqan cepat karena
turn over sel epithel usus sangat cepat.
Kehilangan
darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi
yang terjadi pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu
sendiri walaupun ini masih belum terjawab dengan jelas termasuk berapa besar
jumlah darah yang hilang dengan infeksi cacing ini.
3) Menyebabkan kekurangan mikronutrien
ibu hamil
Cacing pada usus ibu hamil selain menyebabkan
perdarahan, juga menyebabkan terganggunya penyerapan nutrisi makanan yang
masuk. Jika selama kehamilan tersebut cacing masih terdapat pada usus, maka
penyerapan micronutrient akan terganggu. Micronutrient dalam darah cenderung
menurun.
Pada
ibu hamil, kekurangan micronutrient menyebabkan menurunnya kemampuan untuk
melahirkan anak-anak yang sehat dan berotak cerdas. Sementara cacing trikhuris
dapat menimbulkan perdarahan kecil yang dapat menimbulkan anemia, meski tak
separah cacing tambang.
Komplikasi
1.
Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat
terjadi obstruksi usus (ileus)
2.
Anemia berat
3.
Perdarahan
4.
BBLR
5.
Kecacingan berat dapat menyebabkan radang paru, gangguan
hati, kebutaan, penyumbatan usus, bahkan kerusakan tubuh secara signifikan yang
meninggalkan kecacatan
Standar :
Semua wanita hamil harus terlindung dari
kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya, baik terhadap ibu maupun bayi yang
dilahirkan. Bila dijumpai anemia yang berat tanpa tanda-tanda lain, perlu
adanya penapisan khusus tentang kecacingan.
Tujuan :
Mencegah kecacingan dan akibat yang
ditimbulkannya (anemia) pada ibu hamil maupun
bayi yang dilahirkan9
Penerapan standar :
1) Semua
ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama antenatal.
2) Semua
ibu hamil dengan gejala dan tanda anemia, terutama Hb < 8 g/dl perlu dilakukan penapisan kecacingan dengan
pemeriksaan tinja/feses dan gambaran hitung
jenis (eosinofilia)
3) Bila
pemeriksaan tinja/feses menunjukkan hasil positif telur cacing ataukeluar
cacing pada waktu buang air besar maka perlu pengobatan
4) Bila
teridentifikasi suatu kasus kecacingan pada ibu hamil, berikan ibu obatcacingan
sesudah melewati trimester ke 1.
5) Pada
daerah dengan prevalensi kecacingan yang tinggi, semua ibu hamildilakukan
penapisan terhadap kecacingan.
6) Memberikan
penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat
tentang perlunya pencegahan kecacingan dalam kehamilan.6
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1
Simpulan
Pengintegrasian beberapa jenis pelayanan/program kedalam pengelolaan Asuhan
Antenatal Terintegrasi yang telah dicoba untuk dibuatkan sebuah pedoman, tentu
bisa berjalan efektif jika masing-masing pemegang program di lapangan/unit pelayanan
terdepan sampai dengan para pengambil kebijakan di tingkat pusat memiliki
kesamaan visi, misi dan tujuan.Kesamaan visi, misi dan tujuan ini akan menjadi
modal awal yang berhargauntuk membuat kesepakatan dan strategi untuk mau dan
mampu berbagikewenangan, tugas dan tanggung jawab serta yang paling penting
juga sumber dayayang selama ini terfragmentasi. Isi pedoman ini masih bersifat
umum dan berbentuk draft sehingg sangat terbuka untuk diberikan masukan dan
kritikan dari berbagai pihak yang kompeten. Pada akhirnya dengan adanya masukan
dan kritikan tersebut diharapkan akan bisalebih menyempurnakan isi dan kualitas
dari buku pedoman ini sehingga akan benar-benar
mudah dipahamai serta diterapkan oleh petugas/pemberi pelayanan antenatal. Akhirnya
dengan tersusunnya draft pedoman Asuhan Antenatal Terintegrasiakan bisa
memberikan manfaat nyata buat kelompok sasaran yaitu ibu hamil maupun
masayarakat pada umumnya.
3.2
Saran
Disarankan bahwa ibu hamil dapat melaksannakan ANC terintegrasi, kareana
asuhan kehamilan amat sangat penting bagi ibu hamil terutama pada ibu dengan
multigravida.
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba. Ilmu kebidanan. Jakarta,
penyakit kandungan, keluarga berencana untuk pendidikan Bidan: EGC; 2002.
2. Saifudin. Buku
panduan praktis pelayanan keseshatan
maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2002.
3. Wiknojosastro.
Ilmu kebidanan. Jakarta: YBPSP; 2005.
4. final D. Asessment of the
safety of artemisinin compuonds in pragnancy: UNDP/World Bank WHO special
program for research and training in tropical diseases; 2002.
5. Depkes. Imunisasi TT
(Tenatus Toxoid) pada ibu hamil [9 Oktober 2012]; Available from:
lenteraimpian.wordpress.com.
6. Depkes. Buku
kesehatan ibu dan anak. Jakarta2009.
7. Depkes. UNICEF, HKI, MI,
apa dan mengapa tentang vitamin A. Jakarta2008.
8. Depkes.
Pedoman praktis terapi gizi medis. Jakarta2006.
9. world health organization
Department of making pregnancy safer, Integreted management of pregnency and
childbirth : Standar for maternal an d neonatal care. Geneva2007.
10. Depkes. Pedoman dasar infeksi
menular seksual dan saluran reproduksi lainnya pada pelayanan kesehatan
reproduksi terpadu. Jakarta2008.
11. Depkes. Pedoman tata
laksana infeksi HIV dan Antiretrovial pada anak di Indonesia. Jakarta2008.
12. Depkes. Pembatasan penyakit
dan pengendalian lingkungan, pedoman keperawatn, dukungan dan pengbatan bagi
Odha. Jakarta2006.
13. Depkes.
Pedoman pencegahan dan penaganan malaria pada ibu hamil dan nifas. Jakarta2009.
14. Depkes.
Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Jakarta2008.
15. Depkes.
Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosus. kakarta2008
How to make money from playing casino games? - Work
BalasHapusWhat is a febcasino casino game? หาเงินออนไลน์ — 바카라 사이트 How to make money from playing casino games? This article answers all you need to know in this article.